Apa kabar mu hari ini kak ? beberapa
kali nama mu tersebut dalam tulisan ku. Tapi tidak kemudian menjadikan mu hidup
lagi dalam hidup ku. Iya, entah sejak kapan kata antara Serang-Samarinda mati.
Pernah sesekali kamu datang, sekedar mengucapkan selamat ulangtahun beberapa
tahun lalu, kemudian hilang lagi ditelan ramai semesta. Aku juga pernah menyapa
mu, ingat ? tapi diam mu membeku kan semangat ku kak.
Kamu yang hadir sebagai seorang penemu
aku. Penemu Ririn sang buruh rajut kata. Sebelumnya tulisan-tulisan ku hanya
sampah penjejal halaman akhir buku pelajaran saat SMA, tapi karena mu aku tau
dalam setiap kalimat ku ada potensi. Iya, kamu yang menemukannya. Bahkan aku
sang pemilik jemari tak pernah menyadari.
Berawal dari kegemaran menulis ‘note’
pada halaman facebook ku. Aku bahkan tak pernah tau kamu memperhatikan. Tapi
kemudian kamu meyakinkan, bahwa dalam setiap tarian pena, dalam tarikannya pada
kata, ada bakat di ujung-ujung jemari ku. Kak, aku ragu awalnya. Lalu keras mu
menghentak ku. Mendorong ku terjun bebas ke dalam kubangan sastra. Menjadikan
aku terjerat dalam cinta akan sajak.
Bukan. Bukan karena mu aku jatuh cinta
padanya, jangan besar kepala. Ehehe. Kamu mak comblang, antara aku dengan pena.
Antara aku dengan sastra. Membuka mata sang kecil pada dunia, bahwa dalam
tulisan, aku bisa bercerita banyak hal. Termasuk tentang sulit ku saat itu. Ah
kak, dimana kamu sekarang ?
Kemudian kamu menawari sebuah
rancangan besar. Sebuah buku. Duh, mimpi apa aku ? seorang penulis seperti mu
menunjuk manusia kecil di sudut ketidaktahuan ini untuk sama-sama mencandai
kata. Bisa apa aku. Kamu sudah lebih dulu bercanda dengannya di bawah rembulan.
Hmm, itu judul bukumu kak. Aku masih sangat ingat. Lalu apa aku mau ? bodohnya,
iya. Dalam kekosongan akan pengetahuan sastra, aku nekat melangkah di belakang
mu. Menapaki satu demi satu bekas tapak mu. Mengikuti perlahan, kemudian jenuh.
Iya. Pada saat itu entah kenapa aku jenuh. Pada monoton pena ku berceloteh,
pada minim kreatifitas ku mencipta. Aku memang tak sehebat kamu kak. Tapi aku
mau.
Dan menyerah aku. 21 buah puisi serasa
berat untuk Ririn yang dulu. Padahal dengan sabar kamu menunggui, bulan demi
bulan. Bukannya ku selesaikan, aku malah menghilang. Menghindari mu dan
serentetan deadline ku. Meninggalkan sampah kata dan kebingungan mu mencari ku.
Maaf kak. Aku mengaku salah.
Sekarang aku baru tau. Memang jari
telah benar-benar jatuh cinta pada sajak. Pernah mencoba menulis dengan gaya
lain, tapi dia menolak. Tariannya tertahan sebatas imajinasi tak terealisasi.
Aku dan sajak seperti kamu dan sastra kak, lekat.
Memang sastra bukan bidang ku. Tapi
menulis jadi sahabatku. Dan yang aku salahkan dari cinta ku pada pena adalah kamu
kak. Kamu yang menjebloskan ku dalam perkenalan dengannya. Kemudian menjadikan
cinta tumbuh akannya. Pada pena. Menyesal ? sama sekali tidak.
Terimakah kak Rangga. Karena mu aku
tau potensi ku. Terimakasih untuk sempat memberiku sebutan ‘gadis jam dinding’.
Karena setiap aku menghubungi mu kamu selalu melihat ke arah jam dinding untuk
menghitung jam berapa di Samarinda, katamu.
Kamu sosok seorang kakak, penemu, dan
guru buat ku. Maka nantinya, dalam setiap kali pena ku berhasil membuat semesta
tersenyum, ada sebab mu disitu.
Semoga kamu selalu sehat kak. Dan
pastinya segera menikah, ehehe. Aku tau umur mu sudah cukup, ayolah, jangan
menunda..
Kemudian karena salah mu menceburkan
ku pada cinta akan pena, aku berterimakasih. Juga maaf, untuk gagalnya rencana
besar kita karena ku. Aku tau kamu kecewa. Saat itu aku masih remaja kak, maaf
kalau mood ku terombang-ambing. Tapi menghindar dari menulis, ternyata aku tak
bisa kak.
Terimakasih, Tubagus Rangga Efarasti.
Karena mu mata ku terbuka. Karena mu menulis seperti bernafas. Karena mu
rerimbun perasaan dapat ku bingkis jadi segenggam cerita.
Jika sempat, datanglah berkunjung kak.
Sekedar melihat perkembangan ku mungkin. Atau hanya menanyakan kabar siapa tau.
Yaa sekedar kamu tau, aku sedikit merindukan mu, ihihi :p
Oh ya kak, aku sekarang sudah punya
pacar. Pasti kamu kaget kalo kamu masih ada dan aku kasih tau. Emang ada yang
mau sama gadis pemuja senja, pengais tinta, perajut kata. Emang ada ? ada kak.
Makanya kamu kembali dong, nanti aku tunjukkan siapa orangnya.
Ah~ tulisan ini jadi terlalu membosan
kan untuk dibaca mungkin. Tapi mau bagaimana, memang sekian banyak kesan mu
yang membekas kak. Terimakasih.
Samarinda
Yang sering kali
merindu
Gadis Jam Dinding
mu (dulu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar