Hallo everyone. Aku kembali datang, kali ini dengan postingan yang sedikit serius. Tenang, postingan ini bukan tentang kritikan pemerintahan SBY atau korupsi di Indonesia. itu terlalu serius. Aku bahkan gak paham politik. Haha.
Anyway,
kayanya lebih enak kalo aku pake “aku” ya daripada pake “gue” kaya biasanya.
Oke, mulai sekarang kita mulai dengan “aku” ya. Kita mulai dari awal. Kenalkan,
ini aku, “aku”.
Karena
tepat 10 November kemarin adalah hari pahlawan nasional, dan beberapa hari
setelahnya adalah hari ayah, postingan kali ini bakal ada hubungannya sama
kedua hal tadi. Iya, kali ini aku bakal bahas gimana sosok Ayah sebagai
pahlawanku.
Dulu, awal
masuk kuliah Psikologi, aku dapet tugas ‘knowing your self’. Kita diminta untuk
deskripsikan dan mengenali diri kita secara mendalam dan menuliskannya dalam
paragraf. Aku bergetar waktu itu. Enggak tau kenapa aku emang sentimentil kalau
diminta untuk nyeritain tentang diriku. Sama seperti postingan kali ini. Aku
sedikit bergetar saat menulis ini. Topik tentang Ayah lumayan sensitif buatku.
Baiklah kita mulai saja.
Setiap
orang punya definisi masing-masing tentang apa itu pahlawan. Buatku, pahlawan
itu Ayah. Banyak hal yang beliau perjuangin demi kami, anak dan isterinya.
Makanya aku berani ngasih gelar pahlawan ke beliau.
“Waktu
adek lahir, negara pas langsung krismon”, kata ibuku pada sebuah perbincangan
tentang masa dulu. Hmm, aku mulai curiga penyebab krisis moneter negara kita
dulu itu sebenernya aku. Iya kah ? Ah Pak Harto becanda nih ..
Keadaan
tadi berimbas juga ke keadaan ekonomi keluarga ku. Yups, keadaan ekonomi
keluarga ku pada saat itu gak bisa dibilang stabil. Semua perlu berjuang untuk
ngebiayain kakak sekolah, aku yang masih bayi, dan lain sebagainya.
Ayah
dengan latar belakang pendidikannya yang hanya lulusan SMA bekerja apa saja
yang bisa dia kerjakan. Apa saja. Tanyakan padaku tentang pekerjaan apa saja
yang ayahku pernah kerjakan. Hampir semua pernah dilakoninya. Pedagang bakso ?
Pedagang es ? Pengangkut pasir ? Tukang sayur ? Pernah. Apalagi, buruh pabrik ?
pernah. Ayah melakukan semua yang dia bisa untuk kami, keluarganya.
Aku adalah
anak kesayangan ayah waktu kecil. Beliau selalu berusaha memberikan yang
terbaik sekalipun harus berjuang dua kali lipat. Makanan, mainan, asupan gizi,
aku dapat yang terbaik. Ayah memperjuangkannya.
Ririn
kecil dan ayah juga sangat dekat. Luar biasa dekat. Bahkan dalam sebuah
perjalanan dengan bis pada saat kunjungan ke Jawa, Ririn kecil hanya mau
dipangku Ayah. Bukan ibu. Sudah lupa sebabnya, tapi masih ingat bagaimana
nyamannya menjadi Ririn kecil.
Aku
terbiasa dengan hidup yang sederhana, karena memang begitulah keluargaku. Tapi
pernah satu ketika aku marah pada keadaan. Pada saat itu aku masih SD dan ayah
masih bekerja sebagai penjual sayur. Kalian bisa bayangkan bagaimana seorang
penjual sayur ? Keliling dengan motor dan gerobaknya. Begitulah ayah.
Ayah
selalu pulang tengah hari tepat dengan waktu aku keluar sekolah. Tempat ayah
jualan dan sekolahku sebenarnya jauh, tapi ayah sering menyempatkan menjemput
masih dengan gerobaknya. Sekalian katanya. Dengan perasaan anak kecil pada saat
itu, aku malu. Punya ayah yang seorang penjual sayur keliling, dijemput pula ke
sekolah masih dengan gerobaknya. Kalian mungkin bisa bayangkan. Aku naik di
depan motor ayah, karena di belakang gerobak. Rasanya ? hahaha, jangan tanya.
Aku bahkan dibully karena itu. Aku marah, malu, menyalahkan keadaan tapi hanya
dalam hati.
Terlalu
banyak perjuangan kalau mau kuceritakan satu persatu. Ibu, Ayah, bahkan kakak
sudah biasa berjuang. Ibu juga bekerja, buruh. Kakak juga, bahkan sejak SMA.
Mulai dari mengajar ngaji, penyiar radio, jurnalis, dan aku lupa apalagi yang
pernah dia kerjakan.
Tapi
sekarang semuanya membaik. Ayah bekerja di sebuah perusahaan batu bara. Sekalipun
hanya Security tapi gajinya lumayan. Teman-teman di Kaltim pasti taulah berapa
standar gaji perusahaan batu bara disini :D
Sebenernya,
aku juga kerja. Iya, aku kuliah sambil kerja. Sejak SMA bahkan. Tapi aku kerja
bukan karena keadaan ekonomi kami yang masih buruk. Aku memang aktif. Sekolah
atau kuliah saja terlalu monoton buatku. Lagipula aku mau tau manisnya uang
hasil keringat sendiri. Dan ternyata, luar biasa rasanya. Sampai sekarang aku
ketagihan manisnya uang hasil keringat sendiri. Sekarang aku kerja di sebuah
biro psikologi sebagai tester. Sebelumnya aku pernah jadi penyiar radio dan
guru private. Jadi anak-anak di keluarga kami bukan anak-anak manja.
Sekarang
pipi ayah sudah gak tirus lagi, ayah sudah gendut. Perutnya sudah mulai buncit,
dan ayah juga sudah ngerti perawatan sekarang. Hahahaha. Beliau juga suka
modifikasi motor sekarang. Aku gak tau itu motor Vixionnya diapain sampe mirip
robot gitu -____-‘
Beliau
sudah mendapatkan apa yang beliau perjuangkan sekarang. Semua ikut
menikmatinya, termasuk aku. Rasanya nyesel pernah marah dengan keadaan.
Ternyata keadaan mengajari banyak hal. Tentang bagaimana mensyukuri yang
berhasil kami dapat sekarang ini, tentang berbagi, tentang tidak mudahnya hidup
yang mungkin sekarang masih dialami beberapa saudara kita di luar sana.
Ada yang
bertanya, “Kamu gak malu Rin nyeritain punya bapak pernah jualan sayur, jualan
bakso, ngangkut pasir, buruh. Gak malu ?”. Jawabannya sudah jelas, ENGGAK. Aku
gak pernah malu sama sejarah keluargaku yang keluarga sederhana. Aku bangga.
Anak mana
yang gak bangga dengan ayah yang luar biasa menyayangi dengan berbagai
keadaannya. Anak mana yang gak bangga punya ayah yang seorang pejuang. Aku juga
sering menceritakan kisah ini pas jadi pemateri penyuluhan psikologi. Bukti bahwa
aku sama sekali gak malu (lagi) sama keadaan.
Semua hal
ini justru bikin aku malu, untuk ngeluh. Malu untuk cepet nyerah. Malu untuk
lunak sama kehidupan. Jadi, siapa yang siap untuk jadi pahlawan masa depan ?
So, ini
adalah akhis dari postingan ini. Semoga teman-teman bisa mengambil pesan dari
sedikit kisah yang aku ceritakan. Baca juga surat cinta aku untuk ayah yaa disini,
untuk mengingatkan kita luar biasanya sosok yang kita panggil ‘ayah’ itu.
Terimakasih sudah mampir. Sampai jumpa di postingan berikutnya.
Terimakasih juga, Ayah :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar