Yah,
maaf menulis surat ini diam-diam. Pukul 01.30 saat kutulis surat ini. Mungkin
Ayah akan marah kalau tau anaknya belum tidur hingga selarut ini. Aku hanya..
hanya.. ingin berterimakasih.
Terimakasih,
Yah. Kepada setiap peluh yang kau tukar dengan kasih sayang, kepada setiap
lelah yang kau rela rasa demi kami banyak orang. Hingga kini, kami ikut dalam
bahagia yang kau perjuangkan.
Ayah,
maaf untuk aku yang lancang menjadi sebab susahmu. Untuk setiap aku dalam
khawatirmu.
Tahukah
Ayah, aku terhenti sejenak baru saja. Berusaha menahan air mata paling tidak
sampai kuselesaikan tulisan ini. Tapi berontak dia, lalu kubiarkan hangatnya
meluap lewat sudut mata. Kepadamu Yah kupersembahkannya, kepada perjuanganmu
yang tidak dapat kutebus dengan yang sedang mengalir ini.
Terimakasih,
Yah. Untuk masa kecil indah yang kau berikan. Untuk mainan kesayangan yang
masih kusimpan sampai hari ini. Untuk hangat pangkumu dalam perjalanan jauh
itu. Untuk cekatanmu membuat bubur saat aku terkena tipus. Haha, aku ingat saat
itu. Aku selalu memuntahkan makanan, aku juga demam. Kemudian kita ke Rumah
Sakit, dan kata Dokter aku terkena tipus. Tidak opname memang, tapi dokter
menyarankan aku makan bubur dan menghindari serat. Ah entahlah. Aku tidak
paham. Yang aku ingat, kau membuatkan sendiri buburnya demi yakin semuanya
benar. Terimakasih, Yah.
Terimakasih
pula untuk banyak hal yang bahkan tidak kumasukkan dalam daftar ucapan
terimakasihku. Aku bahagia menjadi anakmu. Aku bangga menjadi anakmu.
Satu
hal, aku rindu menjadi Ririn kecil, Yah. Aku rindu setiap kenangan menjadi dia.
Begitu dekat dengan Ayah, begitu nyaman menceritakan banyak hal yang terjadi
seharian, berebut channel televisi, menertawakan hal kecil yang hanya kita yang
mengerti, aku rindu semua, Yah. Aku rindu hal-hal kecil yang menjadikan kita
dekat. Entahlah, padahal Ayah ada.
Yah,
bolehkah aku marah pada waktu ? Karenanya Yah aku beranjak dewasa. Tidak
bolehkah aku tetap menjadi Ririn kecil ? Yang berlarian menyambutmu pulang
kerja. Yang mengetuk pintu kamarmu tengah malam saat hingga larut aku terjaga.
Tidak
bisakah, Yah ? Tidak bisakah rambutmu tidak memutih ? Tidak bisakah detik
berhenti merampas umurmu ? Tidak bisakah, Yah ?
Maaf
aku marah pada waktu. Aku hanya tidak siap membayangkan yang akan dilakukannya
padamu. Benar-benar tidak siap.
Terlalu
banyak yang masih harus kita lakukan bersama. Ya kan, Yah? Ayah harus berjanji
untuk itu.
Dan
diakhir surat ini, aku ingin meminta maaf. Kepadamu lelaki luar biasa kami,
Ayah. Dengan aku yang kini bukan Ririn kecil lagi, mungkin kita harus terbiasa
dengan ini. Yang harus kau tau, Yah, aku tetap Ririn kecilmu jauh di dalam
sini. Tidak perlu takut kehilangan.
Aku
menyayangimu, Ayah. Teruslah disini.
Putri
kecilmu,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar