Kemarin, seorang kurir sebuah toko meubel datang ke rumah. Mengantar
pesanan ceritanya. Sebuah tempat tidur baru. Saya mengernyitkan dahi melihat
tempat tidur dari kayu jati yang diturunkan dari mobil pengantar itu. Buat saya
?
Semenjak rumah direnovasi, ibu memang bilang kalau tempat
tidur saya udah gak cocok dengan ukuran kamar yang baru, nanti akan diganti
katanya. Sempat beberapa kali menunjukkan model tempat tidur yang menurut saya
bagus. Dan bukan sebuah tempat tidur bergaya klasik dari kayu jati.
“Oh God ! Bukan ini yang gue mau !” Saya ngedumel di dalam
hati. Kesel.
“Ini buat aku ? Kok gak nanya pendapat aku sebelum beli ? Ini
modelnya tua, aku gak suka” Kata saya ke ibu begitu kurir yang menurunkan si
tempat tidur itu pergi. Ibu menjelaskan ini itu dan sebagainya, tapi saya tetap
kesel.
Hari ini saya baru berpikir. Kenapa kemarin saya sebegitu
keselnya ya sampai ngomong begitu ke ibu, nyesel rasanya. Bukannya yang saya
butuhkan adalah sebuah tempat tidur. Nah ini kan tempat tidur. Trus apa lagi ?
“Allah memberikan apa
yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan”
Saya kemudian teringat kalimat
tersebut. Ternyata benar, Allah memberikan apa yang saya butuhkan. Sebuah tempat
tidur baru yang ukurannya sesuai dengan kamar saya yang baru.
Kisah sederhana saya mengingatkan
bahwa kita masih sering lupa telah banyak berhutang syukur pada-Nya. Terus-terusan
mendongak ke atas tanpa pernah puas.
Sering kali ada marah yang merajai
hati pada ketetapan Sang Illahi Rabbi. Padahal Dia tau yang paling baik bagi si
kecil penghuni kolong langit ini. Sementara nikmat mana yang mau kita dustakan
lagi.
Maka mulai hari ini, saya akan mulai
belajar dari awal tentang menerima. Tentang bersyukur. Tentang memahami bahwa
saya bisa meminta yang saya mau, tapi Dia yang paling mengerti apa yang saya
butuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar