Beberapa hari ini saya dibuat heran. Kenapa ya setiap lewat
depan masjid yang lagi nyalain murotal, saya selalu tepat mendengarkan ayat
yang sama. Bukan cuma sekali. Tiga kali, di tiga waktu yang berbeda, dan tiga masjid
yang berbeda.
فَبِأَيِّ آلَاء رَبِّكُمَاتُكَذِّبَان
Fabiayyi Aalaaa irobbikumaa Tukadzdzibaan
“Maka nikmat Tuhan kamu
yang manakah yang kamu dustakan ?” [Q.S. Ar-Rahman : 55]
Selalu di ayat itu. Ah, mungkin
kebetulan. Begitu saya bilang awalnya. Mencoba membuat rasionalisasi supaya
otak saya ini berhenti bertanya. Ternyata Allah tunjukkan jawaban atas tanda
tanya tersebut lewat kejadian siang tadi.
Sepulang psikotes dari salah satu
sekolah yang (kali ini) tidak begitu jauh dari rumah saya, kami memutuskan
untuk kembali ke kantor. Mereka naik mobil kantor, sementara saya pakai motor
(seperti biasa). Saya yang menggunakan motor dengan mudah menyalip mobil
teman-teman. Dan, disitulah khilaf saya disadari merka.
Saya yang hari itu tidak bawa jaket
dan kebetulan bukan sedang menggunakan tas ransel, nampak bagian belakang tubuhnya karena
kerudung yang harusnya menutupi justru berkibar. Ahh, bodoh ya. Iya.
Sesampai di tempat tujuan, salah
seorang sahabat perempuan saya bilang, “Di mobil tadi ngomongin kamu”.
“Ngomongin apa ?”
“Ngomongin cara naik motornya kamu. Terus...
itu.. kerudungnya berkibar”
“HAH ?! Keliatan lehernya ?”
“Enggak. Cuma kan bagian belakangnya
kan keliatan”
DUAR !
Kalau boleh lari ke balik pohon, saya
mungkin bakal lari kali waktu itu. Malu. Sumpah. Perjalanan dari lokasi sampai
ke tempat obrolan di atas itu sekitar 50 menit. Dan selama itu aurat saya bebas
disaksikan begitu banyak mata di jalan. Astaghfirullah. Semoga Allah mengampuni
dosa saya.
Sampai di kantor, salah seorang
sahabat laki-laki saya nanya, “Hijab kamu mana ?”.
Heran dong. Ini kan saya lagi pakai
hijab. Kok ditanya hijab saya mana gimana sih maksudnya, pikir saya.
“Ini hijab”, saya jawab.
“Hijab yang biasanya mana ?”
“Eh, anu, iya. Hari ini lagi pakai
yang ini”. Hari itu yang sedang saya pakai adalah kerudung segiempat dengan
ukuran lebih pendek dari biasanya.
“Jaketmu mana ?”, dia nanya lagi.
“Hehe. Gak bawa”
“Lain kali bawa. Itu tadi jilbabnya
berkibar”
DEG !
Baru dua orang. Bayangkan berapa
banyak orang selama perjalanan tadi yang juga ikut melihat. Yaa Rabb, bertambah
lagi tabungan dosa ini.
Belum selesai. Ba’da maghrib, salah
seorang sahabat kembali mengingatkan saya, “Kalau pakai baju ini, jangan lupa
pakai kaus lagi dalamnya”, katanya. Saya udah hampir nangis malu sebenarnya. Tapi
di depan mereka, saya senyum (kecut) sambil minta maaf.
Saya mengaku salah tentang jilbab
tadi siang. Saya yang belum kebiasaan pakai jaket (sekalipun tiap hari harus
perjalanan naik motor dengan jarak yang lumayan jauh) harusnya paling tidak
pakai tas ransel supaya kerudung saya juga tetap terjaga. Karena sudah terjadi,
saya cuma bisa mohon ampun pada Allah, dan minta maaf ke teman-teman semua.
Lepas dari khilaf saya tersebut, akhirnya
saya sadar bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Bahwa segala sesuatunya sudah Allah
tentukan dan sudah tertulis pada mega server, lauhul mahfudz-Nya.
Fabiayyi Aalaaa irobbikumaa Tukadzdzibaan. Maka nikmat Tuhan
kamu yang manakah yang kamu dustakan. Nikmat sehat mana yang bukan dari-Nya ?
Nikmat hidup mana yang bukan karena-Nya ? Nikmat sahabat-sahabat yang saling
mengingatkan dalam kebaikan mana yang bukan Dia utuskan ?
Ar-Rahman ayat 55 tersebut mungkin
cara Allah membuka mata saya bahwa sekarang saya berada dalam ‘lingkaran’ yang
tepat. Bersama sahabat-sahabat yang tepat. Alhamdulillah.
Saya adalah orang bodoh paling
beruntung yang pernah ada. Dengan ilmu saya yang masih sangat kerdil tentang
agama, saya selalu diajak banyak belajar
bersama sahabat-sahabat saya ini. Lewat diskusi-diskusi kecil, lewat pertanyaan
bodoh yang tiba-tiba muncul di otak, dan lewat teguran-teguran untuk
mengingatkan. Seperti hari ini.
Maka bagian mana dari bersahabat
dengan kalian yang tidak bisa saya syukuri ?
Terimakasih untuk ilmunya. Saya selalu
suka diskusi ringan sambil scoring
hasil psikotes tentang hal-hal ringan tapi penting mengenai islam. Sekalipun sejauh
ini saya masih lebih banyak mendengarkan karena ilmu yang masih seadanya ini.
Terimakasih untuk bahagianya. Kalian
itu bahan bakar senyum. Mungkin kalau tubuh kita benar-benar punya ‘kotak ketawa’
seperti salah satu episode kartun di tv, bagian itu mungkin sudah lama harus
diperbaiki karena terlalu sering digunakan. Dengan kalian saya tidak pernah
kehabisan tawa
Terimakasih untuk pedulinya. Kita selalu
punya cara sendiri untuk mengekspresikan kepedulian satu sama lain. Lucunya,
kadang caranya adalah dengan nyolot-nyolotan. Haha.
Dan terimakasih untuk kesabarannya. Kesabaran
yang menjadikan kalian bertahan bersama ‘orang gila’ seperti saya. Kesabaran untuk
mengajari saya banyak hal bahkan dari dasar. Kesabaran untuk waktu yang (semoga
kalian tidak anggap percuma) kita habiskan sama-sama.
Uhibbukum fillah. Semoga Allah
menjaga kebaikan di dalam persahabatan kita.
P.S. : Diriwayatkan dalam hadits “Apabila penghuni
syurga telah masuk ke dalam syurga lalu mereka tidak menemukan sahabat-sahabat
mereka yang selalu bersama mereka dahulu di dunia. Maka mereka pun bertanya
kepada Allah SWT, ‘Ya Rabb .. kami tidak melihat sahabat-sahabat kami yang
sewaktu di dunia sholat bersama kami, puasa bersama kami dan berjuang bersama
kami…’, maka Allah berfirman ‘Pergilah ke neraka, lalu keluarkan
sahabat-sahabatmu yang di hatinya ada iman walaupun hanya sebesar zarrah’ “. [H.R. Ibnul Mubarak dalam Kitab Az-Zuhd]
Kalau di akhirat nanti kalian tidak bisa menemukan saya di surga, jangan
lupa jemput saya dari neraka. Semoga Allah ridha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar