Kamis, 02 April 2015

SURAT UNTUK PARA SAHABAT





Beberapa hari ini saya dibuat heran. Kenapa ya setiap lewat depan masjid yang lagi nyalain murotal, saya selalu tepat mendengarkan ayat yang sama. Bukan cuma sekali. Tiga kali, di tiga waktu yang berbeda, dan tiga masjid yang berbeda.

فَبِأَيِّ آلَاء رَبِّكُمَاتُكَذِّبَان
Fabiayyi Aalaaa irobbikumaa Tukadzdzibaan
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan ?” [Q.S. Ar-Rahman : 55]

Selalu di ayat itu. Ah, mungkin kebetulan. Begitu saya bilang awalnya. Mencoba membuat rasionalisasi supaya otak saya ini berhenti bertanya. Ternyata Allah tunjukkan jawaban atas tanda tanya tersebut lewat kejadian siang tadi.
Sepulang psikotes dari salah satu sekolah yang (kali ini) tidak begitu jauh dari rumah saya, kami memutuskan untuk kembali ke kantor. Mereka naik mobil kantor, sementara saya pakai motor (seperti biasa). Saya yang menggunakan motor dengan mudah menyalip mobil teman-teman. Dan, disitulah khilaf saya disadari merka.
Saya yang hari itu tidak bawa jaket dan kebetulan bukan sedang menggunakan tas  ransel, nampak bagian belakang tubuhnya karena kerudung yang harusnya menutupi justru berkibar. Ahh, bodoh ya. Iya.
Sesampai di tempat tujuan, salah seorang sahabat perempuan saya bilang, “Di mobil tadi ngomongin kamu”.
“Ngomongin apa ?”
“Ngomongin cara naik motornya kamu. Terus... itu.. kerudungnya berkibar”
“HAH ?! Keliatan lehernya ?”
“Enggak. Cuma kan bagian belakangnya kan keliatan”
DUAR !
Kalau boleh lari ke balik pohon, saya mungkin bakal lari kali waktu itu. Malu. Sumpah. Perjalanan dari lokasi sampai ke tempat obrolan di atas itu sekitar 50 menit. Dan selama itu aurat saya bebas disaksikan begitu banyak mata di jalan. Astaghfirullah. Semoga Allah mengampuni dosa saya.
Sampai di kantor, salah seorang sahabat laki-laki saya nanya, “Hijab kamu mana ?”.
Heran dong. Ini kan saya lagi pakai hijab. Kok ditanya hijab saya mana gimana sih maksudnya, pikir saya.
“Ini hijab”, saya jawab.
“Hijab yang biasanya mana ?”
“Eh, anu, iya. Hari ini lagi pakai yang ini”. Hari itu yang sedang saya pakai adalah kerudung segiempat dengan ukuran lebih pendek dari biasanya.
“Jaketmu mana ?”, dia nanya lagi.
“Hehe. Gak bawa”
“Lain kali bawa. Itu tadi jilbabnya berkibar”
DEG !
Baru dua orang. Bayangkan berapa banyak orang selama perjalanan tadi yang juga ikut melihat. Yaa Rabb, bertambah lagi tabungan dosa ini.
Belum selesai. Ba’da maghrib, salah seorang sahabat kembali mengingatkan saya, “Kalau pakai baju ini, jangan lupa pakai kaus lagi dalamnya”, katanya. Saya udah hampir nangis malu sebenarnya. Tapi di depan mereka, saya senyum (kecut) sambil minta maaf.
Saya mengaku salah tentang jilbab tadi siang. Saya yang belum kebiasaan pakai jaket (sekalipun tiap hari harus perjalanan naik motor dengan jarak yang lumayan jauh) harusnya paling tidak pakai tas ransel supaya kerudung saya juga tetap terjaga. Karena sudah terjadi, saya cuma bisa mohon ampun pada Allah, dan minta maaf ke teman-teman semua.
Lepas dari khilaf saya tersebut, akhirnya saya sadar bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Bahwa segala sesuatunya sudah Allah tentukan dan sudah tertulis pada mega server, lauhul mahfudz-Nya.
Fabiayyi Aalaaa irobbikumaa Tukadzdzibaan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. Nikmat sehat mana yang bukan dari-Nya ? Nikmat hidup mana yang bukan karena-Nya ? Nikmat sahabat-sahabat yang saling mengingatkan dalam kebaikan mana yang bukan Dia utuskan ?
Ar-Rahman ayat 55 tersebut mungkin cara Allah membuka mata saya bahwa sekarang saya berada dalam ‘lingkaran’ yang tepat. Bersama sahabat-sahabat yang tepat. Alhamdulillah.
Saya adalah orang bodoh paling beruntung yang pernah ada. Dengan ilmu saya yang masih sangat kerdil tentang agama, saya selalu diajak  banyak belajar bersama sahabat-sahabat saya ini. Lewat diskusi-diskusi kecil, lewat pertanyaan bodoh yang tiba-tiba muncul di otak, dan lewat teguran-teguran untuk mengingatkan. Seperti hari ini.
Maka bagian mana dari bersahabat dengan kalian yang tidak bisa saya syukuri ?
Terimakasih untuk ilmunya. Saya selalu suka diskusi ringan sambil scoring hasil psikotes tentang hal-hal ringan tapi penting mengenai islam. Sekalipun sejauh ini saya masih lebih banyak mendengarkan karena ilmu yang masih seadanya ini.
Terimakasih untuk bahagianya. Kalian itu bahan bakar senyum. Mungkin kalau tubuh kita benar-benar punya ‘kotak ketawa’ seperti salah satu episode kartun di tv, bagian itu mungkin sudah lama harus diperbaiki karena terlalu sering digunakan. Dengan kalian saya tidak pernah kehabisan tawa
Terimakasih untuk pedulinya. Kita selalu punya cara sendiri untuk mengekspresikan kepedulian satu sama lain. Lucunya, kadang caranya adalah dengan nyolot-nyolotan. Haha.
Dan terimakasih untuk kesabarannya. Kesabaran yang menjadikan kalian bertahan bersama ‘orang gila’ seperti saya. Kesabaran untuk mengajari saya banyak hal bahkan dari dasar. Kesabaran untuk waktu yang (semoga kalian tidak anggap percuma) kita habiskan sama-sama.
Uhibbukum fillah. Semoga Allah menjaga kebaikan di dalam persahabatan kita.


P.S. : Diriwayatkan dalam hadits “Apabila penghuni syurga telah masuk ke dalam syurga lalu mereka tidak menemukan sahabat-sahabat mereka yang selalu bersama mereka dahulu di dunia. Maka mereka pun bertanya kepada Allah SWT, ‘Ya Rabb .. kami tidak melihat sahabat-sahabat kami yang sewaktu di dunia sholat bersama kami, puasa bersama kami dan berjuang bersama kami…’, maka Allah berfirman ‘Pergilah ke neraka, lalu keluarkan sahabat-sahabatmu yang di hatinya ada iman walaupun hanya sebesar zarrah’ “.  [H.R. Ibnul Mubarak dalam Kitab Az-Zuhd]
Kalau di akhirat nanti kalian tidak bisa menemukan saya di surga, jangan lupa jemput saya dari neraka. Semoga Allah ridha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar